Peringatan Hari Surya dan Manfaat Matahari
Para ilmuwan sejarah, arkeolog, serta pembesar Yunani menetapkan 3 Mei sebagai hari surya sedunia. Penempatan tanggal ini didasari oleh peran matahari yang begitu besar untuk bumi dan kehidupan manusia. Peringatan ini bertujuan untuk mengingatkan manusia untuk selalu menjaga kelestarian alam dan sekitarnya.
Matahari merupakan pusat tata surya hal ini karena matahari menjadi penyatu planet-planet dan benda angkasa lain di sistem tata surya yang bergerak atau berotasi mengelilinginya, yang mana keseluruhan sistem dapat berputar di luar angkasa karena ditahan oleh gaya gravitasi Matahari yang sangat besar. Pergerakan rotasi Bumi menyebabkan ada bagian yang menerima sinar matahari dan ada yang tidak hal inilah yang menciptakan adanya siang dan malam di Bumi, sedangkan pergerakan Bumi mengelilingi Matahari menyebabkan terjadinya musim. Cahaya Matahari yang dipancarkan ke bumi menopang kelangsungan hidup organisme di Bumi. Bumi juga menerima energi Matahari dalam jumlah yang sesuai untuk membuat air tetap berbentuk cair, selain itu panas Matahari memungkinkan adanya angin, siklus hujan, cuaca, dan iklim. Cahaya Matahari dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan berklorofil untuk melangsungkan fotosintesis, sehingga tumbuhan dapat tumbuh serta menghasilkan oksigen dan berperan sebagai sumber pangan bagi hewan dan manusia. Makhluk hidup yang telah mati melalui proses alamiah akan diubah menjadi fosil yang menghasilkan minyak Bumi dan batu bara sebagai sumber energi. Hal ini merupakan peran dari Matahari secara tidak langsung.
Matahari menjadi sumber energi untuk Pembangkit listrik tenaga Matahari atau yang lebih dikenal dengan solar panel yang saat ini menjadi salah satu energi alternatif yang akan menggantikan energi fosil. Solar Panel merupakan pembangkit listrik yang terdiri dari kaca-kaca besar atau panel yang akan menangkap cahaya Matahari dan mengkonsentrasikannya ke satu titik. Prinsip panel surya adalah penggunaan sel surya atau sel photovoltaic yang terbuat dari silikon untuk menangkap sinar Matahari yang kemudian dikonversi menjadi energi listrik sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik sehari-hari. Arus listrik yang dihasilkan oleh panel surya fotovoltaik adalah arus listrik searah (DC) sehingga dibutuhkan komponen lainnya seperti inverter untuk mengkonversi arus listrik searah (DC) ini menjadi arus listrik bolak-balik (AC). Manfaat dari penggunaan Solar Panel adalah Mampu Menghasilkan Energi Listrik sendiri untuk memenuhi kebutuhan, Ramah Lingkungan sehingga ekosistem bumi bisa lebih terjaga, Mengurangi Biaya Penggunaan Listrik Harian, Penggunaan Listrik Dapat dipantau Sendiri.
Gambar 1. Manfaat Matahari Sebagai Sumber Energi untuk Pembangkit Listrik
Potensi, Perkembangan, dan Regulasi Pemasangan PLTS Atap
Gambar 2. Peta Potensi Tenaga Surya
Berdasarkan Siaran Pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (September 2021) Indonesia sangat kaya akan energi terbarukan dengan potensi lebih dari 400.000 Megawatt (MW), dan 50% atau 200.000 MW adalah potensi energi surya, namun pemanfaatannya baru sekitar 150 MW atau 0,08% dari potensinya. Pemerintah melalui Kementerian ESDM menargetkan terpasangnya PLTS Atap sebesar 3.600 MW secara bertahap hingga tahun 2025. Kementerian ESDM juga akan menerbitkan peraturan yang mendorong pemasangan PLTS Atap oleh konsumen, yaitu melalui revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 tahun 2018 tentang Penggunaan PLTS Atap. Regulasi yang harus diperhatikan bila masyarakat ingin memasang PLTS atap antara lain: ketentuan ekspor listrik dari masyarakat ke PLN ditingkatkan dari 65% menjadi 100%, jangka waktu kelebihan listrik masyarakat di PLN diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan, waktu permohonan PLTS Atap dipersingkat menjadi 5 s.d. 12 hari. Pengaturan pemasangan PLTS atap tidak hanya untuk pelanggan PLN saja tetapi juga termasuk pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN, mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk mempermudah permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS Atap, serta tersedianya Pusat Pengaduan PLTS Atap untuk menerima pengaduan dari masyarakat. Masyarakat diperbolehkan memasang PLTS Atap jika menggunakan atap, dinding, atau bagian lain dari bangunan. Pemasangan dengan memanfaatkan lahan terbuka (ground mounted) tidak diperbolehkan dalam skema ini.
Gambar 3. Pembangkit Listrik Tenaga Surya Kubu di Karangasem, kapasitas 1 MWp
Kementerian ESDM juga menetapkan beberapa aturan untuk menjaga kestabilan sistem kelistrikan, dengan memperhatikan kurva beban (duck curve) dan pola operasi yang dilakukan PLN yakni :
- Mewajibkan instalasi sistem PLTS Atap mengikuti SNI dan/atau standar internasional;
- Pelanggan PLTS Atap dari golongan tarif untuk keperluan industri, harus melaporkan rencana operasi Sistem PLTS Atap kepada Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) secara berkala sesuai dengan kebutuhan;
- Pelanggan PLTS Atap dari golongan tarif untuk keperluan industri dengan kapasitas sistem PLTS Atap lebih besar dari 3 MW wajib menyediakan pengaturan basis data prakiraan cuaca (weather forecast) yang terintegrasi dengan sistem Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) atau smart grid distribusi milik Pemegang IUPTLU; dan
- Pemberian penugasan kepada PT PLN (Persero) untuk membangun aplikasi penggunaan PLTS Atap berbasis digital yang terintegrasi dengan sistem SCADA atau smart grid distribusi.
Gambar 4. Pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga di Global Sevilla School di Puri Indah Campus, Jakarta Barat, kapasitas 15 kWp
Manfaat implementasi PLTS Atap bagi ketersedian energi dan perkembangan ekonomi di Indonesia yaitu:
- Berpotensi mengurangi konsumsi bahan bakar gas lebih dari 47 juta MMBTU per tahun;
- Berpotensi menyerap tenaga kerja sebanyak 121.500 orang;
- Berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp 45 s.d 63,7 triliun untuk pembangunan fisik PLTS dan Rp 2,04 s.d 4,08 triliun untuk pengadaan kWh ekspor-impor
- Mendorong green product sektor jasa dan green industry;
- Berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 4,58 juta ton CO2e yang akan berkontribusi langsung pada pencapaian target NDC; dan
- Mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dengan semakin tingginya nilai TKDN.
Skema Pembiayaan Pemasangan PLTS
Pemerintah Indonesia sudah mencanangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 yang memuat dua hal, yaitu pertama pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup, serta kedua pemanfaatan ekonomi SDA dan lingkungan hidup yang berkesinambungan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir tahun 2014 menerbitkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia yang mana roadmap ini menjadi regulator bagi lembaga keuangan di Indonesia untuk mulai memperhatikan aspek-aspek sosial dan lingkungan hidup dalam menjalankan bisnisnya salah satunya dengan memberikan porsi yang semakin besar terhadap penyaluran kredit ke sektor energi terbarukan misalnya pada pemasangan PLTS
Proses pembiayaan pemasangan PLTS dimulai dari pengembangan proyek energi terbarukan yang dilakukan dalam beberapa tahap, mulai dari project initiation hingga operation and maintenance (O&M). Sebuah proyek energi terbarukan dimulai dari fase desain dan perencanaan yang diawali dengan project initiation. Selanjutnya dilakukan studi kelayakan (feasibility study) yang normalnya memakan waktu 6-12 bulan, tergantung skala proyeknya. Jika hasil dari studi tersebut menyatakan bahwa proyek layak dilanjutkan, tahap berikutnya dilakukan penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) atau Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). Tahap PPA/ PJBL dapat memakan waktu antara 7-8 bulan. Namun untuk proyek PLTS, yang diatur dalam Permen ESDM No. 19 / 2016, PT PLN (Persero) dan pengembang PLTS wajib menandatangani PJBL dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak penetapan sebagai pemenang pelelangan kuota kapasitas PLTS. Sehingga untuk proyek PLTS, tahap PPA/PJBL ini seharusnya hanya memakan waktu tidak lebih dari sebulan. Dalam hal PJBL belum ditandatangani oleh PT PLN (Persero) dan pengembang PLTS dalam jangka waktu 1 bulan, maka Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Dirjend EBTKE) memfasilitasi penandatanganan PJBL. Apabila PJBL tidak ditandatangani dalam waktu 3 bulan, maka penetapan sebagai pemenang pelelangan kuota kapasitas PLTS dicabut. Berbekal PPA/PJBL yang telah ditandatangani, pengembang kemudian mencari pembiayaan yang waktunya dibatasi maksimal hingga 1 tahun. Namun untuk proyek PLTS, pengembang PLTS wajib mencapai pemenuhan pembiayaan (financial close) untuk kebutuhan pembangunan fisik PLTS dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan sejak ditandatanganinya PJBL. Dalam hal setelah jangka waktu 6 bulan sejak ditandatanganinya PJBL, pengembang PLTS tidak dapat mencapai financial close, maka penetapan sebagai pengembang PLTS dicabut. Memasuki fase konstruksi, sebuah pembangkit listrik energi terbarukan biasanya membutuhkan waktu sekitar 2 tahun untuk pembangunannya. Namun untuk proyek PLTS, pelaksanaan pembangunan PLTS wajib mencapai commercial operation date (COD) paling lambat dalam jangka waktu 12 bulan untuk kapasitas sampai dengan 10 MW dan 24 bulan untuk kapasitas lebih dari 10 MW, sejak Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) diterbitkan. Pelaksanaan pembangunan PLTS yang tidak mencapai COD (mengalami keterlambatan), dikenakan penurunan harga pembelian listrik dengan ketentuan:
- Keterlambatan sampai dengan 3 bulan dikenakan penurunan harga sebesar 3%;
- Keterlambatan lebih dari 3 bulan sampai dengan 6 bulan dikenakan penurunan harga sebesar 5%;
- Keterlambatan lebih dari 6 bulan s/d 12 bulan dikenakan penurunan harga sebesar 8%
- Keterlambatan lebih dari 12 bulan, maka penetapan sebagai pengembang PLTS dicabut.
Dalam hal penetapan sebagai pengembang PLTS dicabut ketika pengemban tidak dapat memenuhi ketentuan financial close atau COD maka kepada pengembang tersebut dikenakan larangan untuk mengajukan permohonan sebagai pengembang PLTS untuk jangka waktu 2 tahun berturut-turut sejak pencabutan.