Ruang Bincang Energi (RuBEn) kembali hadir ke hadapan Sobat Bincang Energi pada hari Minggu, 06 Februari 2022 yang lalu. Pada RuBEN kali ini, diangkat topik “Engineering Zero-Carbon to Sustain the Environment as a Resolution for Today & Tomorrow” dengan pembicara-pembicara yang sangat mumpuni dan ahli di bidangnya masing-masing. Pembicara pertama adalah Ibu Andriah Feby Misna S.T., M.T., M.Sc selaku Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, KESDM. Dan pembicara kedua adalah Muhammad Agya Fersya selaku Head of Sales Sun Energy ID. Acara yang berlangsung selama dua jam ini dipandu oleh Kak Cahyantari Ekaputri selaku moderator.

Pemateri 1: Andriah Feby Misna S.T., M.T., M.Sc [Skip to 11:40]

Pemaparan materi pertama oleh Ibu Andriah Feby Misna S.T., M.T., M.Sc dimulai dengan pembahasan mengenai masih bergantungnya Indonesia pada energi fosil hingga saat ini. Berdasarkan penuturannya, energi fosil memiliki permasalahan besar pada emisi yang mengakibatkan perparahan pada perubahan iklim, sehingga diperlukan adanya transisi ke energi terbarukan sebagai upaya dalam mitigasi perubahan iklim. Dalam rangka menyikapi COP 26 yang telah dilaksanakan, Bapak Joko Widodo mendorong terus upaya untuk mengembangkan energi terbarukan dan penggunaan energi bersih melalui inovasi teknologi yang lebih ramah lingkungan. Indonesia juga akan terus memobilisasi pembiayaaan iklim untuk mendorong transisis energi. Senada dengan hal tersebut, pasar karbon juga mulai diterapkan di Indonesia tahun 2022 melalui regulasi yang telah ditetapkan untuk mendorong transisi energi dan mitigasi perubahan iklim.

Dalam presidensi G20, Indonesia yang ditunjuk sebagai tuan rumah pun ingin menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia telah berkontribusi melalui 3 pilar yang menjadi fokus dalam presidensi G20 yaitu kesehatan, transformasi ekonomi dan digital, serta transisi energi. Terkhusus untuk upaya transisi energi, Indonesia mengharapkan kedepannya semua lini masyarakat yang belum pernah mendapat akses energi dapat segera merasakan manfaat dari penggunaan energi. Indonesia tidak ingin ada satu pun masyarakatnya yang tertinggal, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah timur dan perbatasan. 

Sampai tahun 2021, Indonesia sudah sukses menurunkan emisi sebesar 69,5 juta ton CO2 ekuivalen. Program Net Zero Emission diharapkan dapat tercapai pada tahun 2060 di Indonesia, di mana nantinya emisi yang dihasilkan oleh Indonesia dapat ditekan menjadi sekitar 400 juta ton CO2 ekuivalen di tahun 2060. Untuk mewujudkan ambisi tersebut, Indonesia telah menyusun beberapa strategi kunci dengan cara melakukan retirement PLTU secara bertahap tanpa perpanjangan kontrak, mempercepat pembangunan energi terbarukan terutama energi tenaga surya yang relatif lebih murah dibandingkan yang lainnya, pemanfaatan energi yang efisien, mendorong pengunaaan kendaraan bermotor listrik dan kompor listrik, dan penerapan smart grid untuk mengatasi VRE (variable renewable energy).

Peta jalan transisi energi menuju karbon netral pun telah disusun oleh pemerintah Indonesia guna memastikan kegiatan tersebut tetap terkendali. Indonesia menargetkan adanya penurunan emisi sebesar 198 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025 hingga 1526 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2060. Target penurunan emisi tersebut telah disusun dengan memeprtimbangkan supply and demand yang ada. Indonesia mengupayakan semua sumber daya dapat termanfaatkan untuk memabangun ekosistem energi terbarukan yang berkelanjutan, di mana nantinya diprediksi energi solar akan mendominasi. Kabar baiknya, Indonesia mempunyai potensi energi terbarukan yang cukup besar mulai dari Sumatera hingga Papua dengan total potensi energi listrik sebesar 3684 Gigawatt, sementara kebutuhan Indonesia akan energi listrik pada tahun 2060 diprediksi berada di angka 600 Gigawatt. Menyikapi hal tersebut, Indonesia harus pandai dalam mengambil langkah untuk mengeksekusi potensi-potensi besar tersebut agar dapat terwujud dengan baik. Energi bersih yang akan dikembangkan meliputi PLT Surya atap, PLT Surya skala besar, PLT Air, PLT EBT Base, PLT Panas bumi, PLT Bioenergi, PLT Bayu, PLT Peaker,

Upaya pemerintah dalam percepatan dekarbonasi diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan untuk mendorong green energy yang meliputi undang-undang harmonisasi pajak (pajak karbon), perpres nilai ekonomi karbon, revisi peraturan ESDM terkait PLTS Atap, kepmen terkait RUPTL hijau. Adapun tantangan yang dihadapi pemerintah dalam pengembangan EBT di Indonesia yaitu potensi besar namun tersebar, sifat intermitten untuk pembangkit VRE, biaya produksi yang besar, masih rendahnya investasi di bidang EBT karena risiko tinggi, dan terbatasnya kemampuan sistem jaringan menyerap listrik dari PLT EBT. Maka dari itu, peran akan partisipasi dari multistakeholder yang ada sangat dibutuhkan untuk membantu Pemerintah Indonesia mewujudkan aspirasi besar Indonesia di bidang energi terbarukan untuk masa depan yang lebih baik. 

Pemateri 2: Muhammad Agiya Fersya [Skip to 55:03]

Pemaparan materi kedua oleh Muhammad Agiya Fersya dimulai dengan pembahasan mengenai produksi energi bertenaga surya baik di Indonesia hingga mancanegara dengan perkembangan yang cukup masif untuk mendukung ekosistem energi terbarukan. Sun Energy awalnya bertujuan untuk membantu wilayah 3T untuk mendapatkan energi berbasis tenaga surya sebab belum adanya akses listrik dari PLN. Seiring dengan berjalannya waktu, ketertarikan akan energi terbarukan meningkat sehingga menarik perhatian para pelaku-pelaku industri besar hingga pemerintah. PLTS merupakan energi yang memiliki potensi besar di Indonesia dari segi manpower, komersil dan lingkungan. 

Sistem kerja yang dimiliki oleh PLTS yaitu dengan mengubah cahaya matahari yang diterima oleh panel surya, di mana energi foton tersebut akan dikonversi menjadi energi listrik AC yang akan disambungkan ke investor listrik melalui inverter menjadi listrik arus bolak-balik. Penggunaan PLTS dilakukan secara hybrid yang dikombinasikan dengan eksisting PLTU atau PLTG sehingga diharapkan dapat meminimalisir dampak dari hidrokarbon yang dihasilkan oleh eksisting pembangkit listrik bertenaga fosil. 

Indonesia sebagai negara khatulistiwa memiliki potensi energi yang sangat besar dari pemanfaatan sinar matahari. Selain itu, proses konversi energi dari foton ke listrik berlangsung sangat bersih tanpa menimbulkan emisi dan limbah. Produksi yang masif di berbagai negara pun kini membuat teknologi PLTS menjadi semakin murah. Rata-rata orang menganggap PLTS sangat modern dan kekinian, akan tetapi mereka masih enggan menggunakannya sebab biaya yang mahal. Maka dari itu, Sun Energy memberikan banyak kemudahan bagi para kostumernya untuk meningkatkan ketertarikan akan penggunaan PLTS, di mana semua biaya pemasangan, material dan pemeliharaan sepenuhnya akan ditanggung oleh perusahaan. Nantinya kostumer hanya dikenakan biaya atas pemanfaatan dari energi surya. 

Di bidang CSR, Sun Energy membangun sebuah yayasan bernama Sinar Utama Nusantara yang memiliki objektif untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah 3T. Di saat yang sama juga, Sun Energy ingin berkontribusi dalam melindungi bumi dan menjadi katalis untuk mengembangkan kehidupan di wilayah-wilayah terpencil. Dampak positif yang diperoleh dari kegiatan CSR Sun Energy antara lain dapat menerangi dan meningkatkan kualitas kegiatan pendidikan, peribadatan, kesehatan dan kegiatan desa secara umum. Sun Energy berkontribusi dengan memberikan 2885 solar box untuk menerangi wilayah 3T. Kontribusi Sun Energy sebagi agent of change ialah menjadi salah satu developer di bidang energi terbarukan, meningkatkan kesadaran dan literasi terkait energi terbarukan khususnya energi matahari, meningkatkan inovasi-inovasi di dalam negeri, serta membentuk kebiasaan-kebiasaan kecil untuk lingkungan. 

Materi Webinar Lainnya

EPISODE LAINNYA

 

FOLLOW AND SUBSCRIBE
Episodes

RuBEn #11 | Engineering Zero-Carbon to Sustain the Environment as a Resolution for Today and Tomorrow

oleh Bincang Energi time to read: 4 min
0