Forum Bincang Energi atau yang dikenal dengan ForBEn merupakan program pertama Bincang Energi yang mengusung tema diskusi ilmiah. ForBEn edisi pertama mengusung tema The Accelerated Energy Transition: What Indonesia Needs To Compete Globally menghadirkan Project Manager CASE, IESR; Agus Praditya Tampubolon sebagai narasumber. Edisi pertama ForBEn ini dilaksanakan secara daring (19/03) lalu dengan dihadiri puluhan peserta diskusi yang berasal dari berbagai background pendidikan.Ā
Mada Sophianingrum; Co-Founder Bincang Energi kala itu memandu jalannya agenda diskusi dengan baik. Agenda diskusi dibuka dengan beberapa pertanyaan bagi peserta diskusi yang meliputi jenis pekerjaan, hingga opini peserta dalam menanggapi transisi energi. Peserta diskusi cukup aktif memberikan pandangan-pandangan akan tema yang dibahas. Sesi diskusi dibuka dengan pembahasan mosi pertama yakni Profil Transisi Energi di Dunia. Dalam pembahasannya, Agus mengemukakan bahwa transisi energi merupakan proses yang kompleks. Dimana di dalamnya memerlukan banyak elemen yang saling terkait, dengan multi-aktor serta ditunjang dengan strategi yang disesuaikan dengan masing-masing negara. Tiap negara juga memiliki peta jalan transisi energi yang berbeda, yang mana penerapannya telah disesuaikan dengan sumber daya yang ada.Ā
Urgensi transisi energi juga menjadi topik serius diantara peserta diskusi. Beberapa menjawab kondisi perubahan iklim menjadi alasan utama dilakukannya sebuah transisi energi. Hal ini bukan tanpa alasan mengingat berbagai negara telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon (Net Zero Emission) melalui berbagai upaya dan kebijakan. Tenggat nir-emisi seharusnya sampai di tahun 2050 sesuai dengan yang tertuang dalam Paris Agreement. Sebagai contoh negara-negara di Uni Eropa menargetkan 40% bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) di tahun 2030, dan tentunya target ini sudah disesuaikan dengan kondisi tiap negara.Ā
Peserta diskusi terus melontarkan opini-opini mereka terkait proses transisi energi yang sudah dijalani berbagai negara. Hingga salah satu peserta diskusi, Farid Imam menanyakan perihal pengaruh konflik Rusia-Ukraina terhadap perkembangan EBT di Uni Eropa. Agus selaku narasumber berpendapat bahwa terlepas dari adanya konflik di kedua belah pihak, hal ini justru dirasa mampu mempercepat proses transisi energi yang ada. Pasokan gas di Uni Eropa, sebagian besarnya berasal dari Rusia. Dengan adanya konflik yang mempengaruhi stabilitas ekonomi di berbagai negara, membuat negara tetangga mulai melirik sumber alternatif lain yang mampu dijadikan sumber energi. Mereka sadar bahwa ketergantungan akan energi gas yang diproduksi Rusia sangatlah besar, sehingga mau tidak mau, harus menggali potensi energi lain.Ā
Jalannya diskusi semakin memanas saat memasuki mosi kedua dengan topik pembahasan Profil Transisi Energi di Indonesia. Indonesia saat ini tengah menyusul berbagai negara lain dalam percepatan transisi energi. Banyak hal yang ditempuh Indonesia sebagai sebuah negara, termasuk membenahi kebijakan dan menyusun strategi. Menilik kembali kebijakan transisi energi di Indonesia telah diatur ke dalam peraturan tertentu. Tiap provinsi di Indonesia memiliki Rencana Umum Energi Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat RUED-P, yang merupakan turunan dari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Agus mengemukakan apabila tiap daerah telah menerapkan RUED-P masing-masing secara bertanggung jawab, maka seharusnya bauran energi bisa tercapai dalam tenggat waktu yang telah ditentukan. Namun, tatkala menilik sisi lain dari perkembangan transisi energi di Indonesia, sebagian peserta diskusi menuturkan bahwa Indonesia belum memiliki peta transisi energi yang jelas.
Percepatan transisi energi di Indonesia sebagian masih terkesan lambat, karena Indonesia masih menggantungkan sumber daya utamanya pada sektor batubara sebagai pembangkit listrik. Dengan kata lain, transisi energi di Indonesia masih membutuhkan usaha besar. Tahun 2021, Indonesia masih punya beberapa target energi yang harus dicapai, sedangkan angka bauran energi saat itu baru sampai pada 11.23%.Ā
Studi IESR menunjukkan bagaimana sistem energi di Indonesia agar dapat sejalan dengan target yang ada. Terdapat 3 milestone, yaitu menyatakan bahwa tahun 2030 usaha yang harus dilakukan adalah membelokkan kurva emisi gas rumah kaca dan memastikan tercapainya puncak emisi. Pada tahun 2045, dilakukan pengurangan sebagian besar emisi melalui transformasi sistem energi. Sedangkan di tahun 2050, emisi nol diharapkan tercapai melalui peningkatan bahan bakar sintetis hijau dan penghapusan emisi residu di sektor industri.Ā
Diskusi ditutup dengan membahas berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh generasi muda dalam membantu percepatan transisi energi yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah dengan giat menyebarkan informasi dan awareness dimulai dari lingkup terkecil masyarakat, hingga membangun bisnis atau usaha berkelanjutan yang berfokus pada sektor energi terbarukan.Ā