Hari ini, tepatnya pada tanggal 6 April diperingati sebagai Hari Nelayan Nasional dalam rangka mengapresiasi jasa para nelayan Indonesia. Peringatan Hari Nelayan didasari oleh keadaan geografis negeri ini yang mana diapit oleh dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Perayaan ini seringkali dilakukan dengan tarian tradisional dan pelepasan sajen ke laut sebagai bentuk harapan agar hasil tangkapan nelayan semakin meningkat.
Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar terlihat dari banyaknya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan tak hanya berkontribusi terhadap kemakuran bangsa namun ternyata juga memiliki peran dalam menekan emisi gas rumah kaca. Untuk mengetahui bagaimana nelayan dapat menekan emisi gas rumah kaca, ayo simak tulisan dibawah ini!
EBT dan Nelayan
Selain memiliki potensi perikanan yang sangat besar, kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia juga menyimpan potensi Energi Baru & Terbarukan (EBT) yang besar pula. Mengutip dari laman Kompas, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa potensi EBT yang dimiliki oleh Indonesia mencapai 3.686 Giga Watt (GW) (Ully, 2022).
Saat ini, pemerintah berupaya untuk mendorong pemanfaatan EBT khususnya pada sektor kelautan dan perikanan. Upaya ini pada dasarnya telah menjadi perhatian dalam perundingan konferensi iklim dunia terutama melihat kondisi sektor perikanan yang masih bergantung pada penggunaan energi kotor seperti bensin dan solar.
Pemanfaatan EBT oleh Nelayan di Lamongan
Melalui pemanfaatan EBT, nelayan juga turut berperan dalam menekan emisi gas rumah kaca. Hal ini dapat terlihat dari kisah nelayan di Lamongan. Berdasarkan penelusuran Mongabay, para nelayan yang berasal dari Lamongan menggunakan panel surya untuk menggerakan kapal-kapalnya Ketika sedang melaut.
Tanpa banyak teori mengenai lingkungan, beberapa nelayan tersebut telah menggunakan aki yang dialiri oleh listrik yang berasal dari panel surya selama 4 tahun.
Apabila sebelumnya para nelayan menggunakan aki yang dialiri oleh listrik PLN atau aki setrum, saat ini mereka telah menggunakan panel surya yang dapat memanen energi dari panas matahari sekitar 70 Ampere. Aki setrum ini dinilai tergolong mahal karena berasal dari sumber listrik PLN dan daya yang dihasilkan pun cepat habis serta mudah rusak terutama jika tegangan listrik naik turun tak stabil selama pengisiannya.
Gambar 1 Papan Panel Surya Para Nelayan (Sumber: mongabay.co.id)
Dengan bermodalkan 2 jutaan rupiah, para nelayan sudah dapat membeli aki dan panel surya untuk kebutuhan melaut mereka. Berdasarkan pengalaman para nelayan tersebut, aki yang mereka pakai sekarang tak pernah kehabisan daya untuk lampu-lampu penerangan juga sangat membantu saat melaut malam. Para nelayan tersebut juga sependapat bahwa investasi ini sepadan dengan kemudahan memanen energi dan penghematan waktu pengisian daya aki selama berjam-jam. Dengan kemudahan saat ini untuk mendapatkan panel surya dan energi yang mudah dikelola telah menggerakan mereka untuk beralih dalam memanfaatkan EBT (Suriyani, 2017).
Peristiwa pemanfaatan EBT oleh nelayan yang berasal dari Lamongan telah menunjukan adanya kesadaran pada masyarakat yang tinggi akan pentingnya pemanfaatan EBT sehingga pemanfaatan EBT di kemudian hari diharapkan bisa menjadi inspirasi ataupun contoh bagi nelayan-nelayan lain di seluruh Indonesia.
Referensi
Suriyani, L. De (2017) Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut, Mongabay. [DARING] (Accessed: 6 April 2022).
Ully, Y. A. (2022) Potensi Energi Terbarukan di Indonesia Besar, tapi Baru Dipakai 0,3 Persen, Kompas. [DARING] (Accessed: 16 March 2022).
Featured Image: Photo by Jonny Kennaugh on Unsplash