Arah Baru Transisi Energi Indonesia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi menurunkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi primer nasional untuk tahun 2025. Target yang semula ditetapkan sebesar 23 persen kini direvisi menjadi kisaran 17 hingga 20 persen. Langkah ini merupakan bentuk penyesuaian terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tengah disusun dan menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menyeimbangkan ambisi transisi energi dengan kondisi riil capaian serta kesiapan infrastruktur energi nasional.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa revisi target bukanlah kemunduran, melainkan penyelarasan terhadap perkembangan aktual di lapangan. Realisasi bauran EBT pada tahun 2024 hanya mencapai 14,68 persen, jauh di bawah target semula sebesar 19,5 persen. Keterlambatan proyek, hambatan investasi, dan isu kepastian harga listrik dari energi terbarukan menjadi faktor utama yang menghambat laju pencapaian tersebut.
Penyesuaian Strategi Emisi dan Net Zero Emission 2060
Penurunan target EBT beriringan dengan penyesuaian target puncak emisi karbon sektor energi. Semula pemerintah menargetkan puncak emisi tercapai pada 2030, namun kini diundur menjadi tahun 2035. Langkah ini dilakukan agar sejalan dengan rencana peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan mencapai 8 persen pada periode 2028–2029. Pemerintah menilai bahwa penyesuaian jadwal puncak emisi tidak akan mengganggu arah menuju Net Zero Emission (NZE) tahun 2060, karena laju investasi energi bersih tetap diharapkan meningkat secara bertahap.
Dalam konteks global, perubahan ini juga selaras dengan skema kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia, yang menekankan perlunya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan dekarbonisasi sektor energi. Revisi target puncak emisi menjadi 2035 memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi pemerintah untuk mendorong pembangunan infrastruktur energi bersih dan memastikan pasokan energi tetap stabil di tengah proses transisi.
Investasi, Hilirisasi, dan Gas Alam sebagai Energi Transisi
Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru memproyeksikan bahwa porsi investasi pada sektor energi terbarukan akan meningkat dari 50,4 persen menjadi 56 persen hingga tahun 2040. Peningkatan ini akan diiringi oleh upaya pemerintah dalam memanfaatkan potensi besar gas alam yang tersebar di berbagai wilayah seperti Aceh, Bali, dan Sulawesi Selatan. Gas alam diposisikan sebagai energi transisi yang berperan penting dalam menjaga keandalan pasokan listrik sembari menurunkan ketergantungan terhadap batu bara.
Presiden Prabowo Subianto melalui instruksi kepada Kementerian ESDM juga menekankan percepatan hilirisasi energi dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional. Fokus utama satgas ini adalah memperkuat nilai tambah dari sumber daya domestik, mempercepat proyek energi baru terbarukan berskala besar, dan memperluas kapasitas pembangkit yang berorientasi pada energi bersih.
Kondisi Kapasitas Terpasang EBT dan Proyeksi ke Depan
Pada akhir tahun 2024, total kapasitas terpasang pembangkit EBT Indonesia mencapai sekitar 14,8 gigawatt (GW), meningkat 1,2 GW dibandingkan tahun sebelumnya. Komposisi tersebut terdiri dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), serta pembangkit berbasis bioenergi. Pemerintah menargetkan adanya tambahan kapasitas sebesar 1,2 GW lagi pada tahun 2025 sehingga total kapasitas EBT dapat mencapai 16 GW.
Dalam jangka panjang, Kementerian ESDM menargetkan bahwa pada tahun 2060, porsi energi terbarukan dalam sistem ketenagalistrikan nasional dapat mencapai 72 persen. Untuk mendukung hal ini, berbagai kebijakan sedang disiapkan, termasuk penyempurnaan mekanisme feed-in tariff yang diharapkan mampu membuat harga listrik EBT lebih kompetitif dibandingkan dengan energi fosil.
(Sumber: Kementrian ESDM)
Dorongan Regulasi dan Peran DPR RI
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi VII dan Komisi XII menegaskan pentingnya konsistensi pemerintah terhadap target pengurangan emisi dan peningkatan bauran energi terbarukan. Dalam fungsi legislasi, DPR RI juga mendorong percepatan penyelesaian Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, memperkuat tata kelola energi nasional, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi sektor EBT.
Dari sisi pengawasan, DPR menilai bahwa penurunan target EBT harus disertai dengan rencana aksi yang jelas agar tidak menimbulkan kesan melemahkan komitmen terhadap agenda Net Zero Emission 2060. Pemerintah diminta memastikan bahwa revisi target bukan sekadar penyesuaian angka, tetapi langkah strategis yang memperkuat arah transisi energi berkelanjutan di Indonesia.
Momentum Baru Transisi Energi di 2025
Memasuki tahun 2025, sejumlah kebijakan dan inisiatif baru mulai dijalankan. RPP Kebijakan Energi Nasional (KEN) kini tengah dalam tahap harmonisasi lintas kementerian dan ditargetkan rampung pada pertengahan tahun. Kementerian ESDM meluncurkan Renewable Energy Investment Acceleration Program (REIAP) untuk mempercepat pengembangan PLTS skala besar dan proyek biomass co-firing.
Di sisi lain, Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) telah memulai proyek percontohan hidrogen hijau di Cilacap sebagai bagian dari peta jalan energi bersih nasional. Selain itu, pemerintah sedang meninjau ulang kebijakan insentif dan harga pembelian listrik dari energi terbarukan agar lebih menarik bagi investor swasta dan badan usaha daerah.
Catatan Akhir
Penyesuaian target bauran energi terbarukan tahun 2025 merupakan langkah yang merefleksikan realisme baru dalam kebijakan energi Indonesia. Tantangan besar tetap ada, terutama pada aspek pendanaan, perizinan, dan kesiapan sistem ketenagalistrikan nasional untuk menyerap energi bersih dalam skala besar. Namun di sisi lain, arah kebijakan yang semakin fokus pada hilirisasi, investasi hijau, dan diversifikasi sumber energi menunjukkan bahwa transisi energi di Indonesia terus bergerak ke arah yang lebih matang dan berkelanjutan.
Perubahan target bukan berarti mundur dari komitmen, melainkan bentuk penguatan strategi agar langkah menuju masa depan energi bersih Indonesia dapat dijalankan secara bertahap, terukur, dan inklusif.
Referensi
- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (2025). Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN). Jakarta: Direktorat Jenderal EBTKE.
- Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. (2025). Isu Sepekan III – Perubahan Target Bauran Energi Baru Terbarukan Indonesia. Jakarta: Puslit DPR RI.
- Bisnis Indonesia. (21 Februari 2025). “Pemerintah Revisi Target Bauran Energi Terbarukan Jadi 17–20%.” bisnis.com.
- Katadata.co.id. (21 Februari 2025). “Capaian EBT Indonesia Baru 14,68%, Target 23% Mundur ke 2030.” katadata.co.id.
- Kompas.com. (22 Februari 2025). “Revisi Target Energi Terbarukan, Pemerintah Tetap Optimis Menuju NZE 2060.” kompas.com.
- Kementerian ESDM. (2024). Laporan Capaian Kinerja EBTKE 2024. Jakarta: Direktorat Jenderal EBTKE.
- Pertamina New & Renewable Energy (PNRE). (2025). “Pilot Project Hidrogen Hijau Cilacap Diresmikan.” pnre.pertamina.com.
- Just Energy Transition Partnership (JETP) Secretariat Indonesia. (2024). Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP). Jakarta.














