Peran wanita dalam perkembangan sektor energi di Indonesia mungkin masih terdengar sedikit tabu hingga saat ini. Sektor energi cenderung didominasi oleh kaum lelaki akibat sifat pekerjaannya yang terkesan berat dan berbahaya. Perempuan tak jarang dinilai sebagai kaum yang lemah sehingga dianggap kurang cocok untuk menjalankan tugas yang biasa diemban oleh kaum lelaki seperti di bidang energi. Padahal, peran perempuan dalam pengembangan sektor energi, khususnya energi terbarukan, terbukti memiliki dampak positif yang tidak dapat disepelekan lagi. Keterlibatan perempuan dalam sektor energi kini dinilai dapat memberi perspektif baru yang berguna dalam pengembangan berbagai aspek ke depannya, meliputi aspek ESG (Environment, Social, and Government) dan SDG (Sustainable Development Goals).
Gambar 1. Peran Perempuan dalam Transisi Energi (Sumber: Hitachi Energy)
Mengutip dari berita harian ANTARA, Kementerian ESDM dan Kementerian PPPA sepakat ingin mendorong pelibatan kaum perempuan lebih besar lagi di sektor energi, khususnya energi terbarukan. Hal ini sejalan dengan Poin SDG ke-5 terkait kesetaraan gender dengan tujuan untuk memberdayakan seluruh perempuan dengan potensinya masing-masing. Mereka mengakui bahwa keterlibatan wanita di sektor energi nasional masih terbilang cukup rendah. Berdasarkan data statistik Indonesia pada tahun 2020, hanya sekitar 29% perempuan yang memiliki pendidikan tinggi dan mempelajari bidang sains dan teknologi. Terlebih lagi, secara global, perempuan mewakilkan hanya sekitar 32% tenaga kerja di sektor energi terbarukan. Bahkan, persentasenya lebih rendah pada industri minyak dan gas, yaitu sebesar 22%. Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat banyak kebijakan transisi energi yang memerlukan keterlibatan dan perspektif perempuan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Rendahnya keterlibatan kaum wanita di bidang energi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah masih minimnya pemberdayaan perempuan dan kurangnya role model yang dapat dijadikan panutan. Oleh karena itu, banyak organisasi dan komunitas yang kini berupaya menggaungkan kembali aspirasi Kartini untuk memberdayakan wanita Indonesia, khususnya di bidang energi, melalui sesi mentoring dan diskusi seperti WIME (women in mining and energy), womaninenergy.id, dan SRE Women. Organisasi atau komunitas tersebut bertujuan membantu perempuan Indonesia yang tertarik untuk berkontribusi di bidang energi supaya bisa mengaktualisasikan dirinya dengan optimal melalui berbagai pendampingan dari para mentor berpengalaman sehingga kelak dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya perempuan di sektor energi (saksikan RuBEn #10 | Perempuan Tangguh Penggerak Energi Terbarukan untuk mengetahui selengkapnya).
Kisah inspiratif terkait keterlibatan wanita di sektor energi juga datang dari seorang perempuan bernama Tri Mumpuni yang berdedikasi untuk membangun 60 pembangkit listrik tenaga air di berbagai pelosok desa di Indonesia dengan rata-rata satu pembangkit menghasilkan energi listrik sebesar 100 kWh. Bak kalimat populer dari Ibu Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang”, Tri Mumpuni berhasil menerangi banyak desa terbengkalai dengan energi listrik yang ia hasilkan dari pembangkit. Efeknya, perekonomian masyarakat meningkat dan angka kemiskinan menurun secara signifikan. Dirinya juga menegaskan bahwa ia tidak ingin hanya sekadar membangun sebuah piranti fisik berupa pembangkit listrik tenaga air saja, lebih dari itu ia juga ingin sekaligus memberdayakan masyarakat setempat guna meningkatkan kesejahteraan desa. Semua hal yang dilaluinya itu tidak berjalan semudah membalikkan telapak tangan. Banyak pula tantangan yang menyertai perjuangan seorang Tri Mumpuni untuk mengalirkan listrik ke pelosok desa di Indonesia. Namun, keyakinan akan mimpinya tersebut ternyata lebih besar dari kesulitan-kesulitan yang ia hadapi.
Gambar 2. Tri Mumpuni Penggerak Energi Listrik di Pelosok Desa (Sumber: BBC Indonesia)
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita simpulkan pentingnya peran perempuan dalam pembangunan sektor energi bukanlah hal yang bisa dipandang sebelah mata lagi. Perempuan memiliki peran sentral di bidang energi, sama halnya dengan kaum lelaki. Kesetaraan gender merupakan kunci penting dalam percepatan transisi energi yang berkelanjutan. Banyak perspektif yang diperlukan dari sosok perempuan untuk pengembangan strategi dan kebijakan energi yang tepat sasaran. Inovasi cemerlang juga lahir dari bakat yang bisa menyumbangkan perspektif serta kapasitas yang luas, termasuk di dalamnya keterlibatan wanita. Semakin besar keterlibatan wanita di sektor energi, maka akan semakin sensitif pula sektor energi kelak dalam memenuhi kebutuhan dan hak perempuan di berbagai wilayah. Seperti halnya dengan sosok Ibu Kartini yang memperjuangkan emansipasi wanita untuk berkarya, maka saatnya para perempuan Indonesia unjuk gigi bahwa perempuan itu ada dan perempuan itu bisa untuk energi Indonesia yang lebih baik. Selamat Hari Kartini!
Daftar Pustaka
Lenanto, Gabriella dkk. (2021). Advancing Women’s Involvement in ASEAN Energy Transition. Asean Center For Energy. [DARING]
Sabrina, Gabriella. (2017). Perempuan dapat Berperan Sentral dalam Memperluas Akses Energi. Koalisi Perempuan Indonesia. [DARING]
Affan, Hayder. (2010). Sosok Wanita Penerang Desa. BBC Indonesia. [DARING]
Dewi, Anita Permata.(2022). Menteri PPPA: Wanita Perlu Didorong di Sektor Energi Terbarukan. ANTARA. [DARING]